Pemerintah Sudah Nyerah

Pemerintah Sudah Nyerah

\"coverstory\"KEPALA Bidang Cipta Karya DPUPESDM Kota Cirebon, Edi Kuwatno BAE mengatakan pihaknya sudah pernah membantu perbaikan sumur artesis di wilayah Harjamukti. Namun kemudian rusak lagi. Padahal maksud pemerintah ingin membantu masyarakat meringankan air bersih. Kalau selalu bergantung dengan pemerintah ya bagaimana mau berjalan,\" ucap Edi. Menurutnya, teknologi sumur artesis sendiri sangat sederhana, dan hanya memperbaiki pompa saja. Sehingga tidak terlalu susah. Lagipula masyarakat sudah lama menangani itu. \"Tapi ya kemudian selalu dikembalikan ke pemerintah. Padahal kita tidak menganggarkan hal-hal seperti itu,\" jelasnya. Mantan staf Cipta Karya yang sekarang menjadi Kepala UPTD Alat Berat DPUPESDM, Khaerul Bahtiar meluruskan bahwa proyek pembuatan dan pengeboran sumur itu bukan sumur artesis. Itu merupakan pengeboran air bersih sumur dalam. \"Yang perlu dijelaskan itu pengeboran air bersih sumur dalam, bukan air artesis yang bisa langsung minum. Pengertian artesis itu air memancar dengan sendirinya. Kalau sumur dalam itu ada kedalaman tertentu yang berdasarkan hasil dari penelitian geolistrik,\" jelas Khaerul. Diterangkan dia, program bantuan itu sendiri untuk mengantisipasi daerah-daerah yang belum tersentuh jaringan distribusi PDAM. Dimana ketercapaian PDAM dalam mengcover pelayanan baru mencapai 70-80 persen di wilayah kota. \"Itu yang menjadi akar masalah,\" ucapnya. Itu berarti pada dasarnya masih banyak wilayah yang rawan air, di antaraya di wilayah selatan. Dimana daerah itu sudah jelas-jelas tidak akan pernah tersentuh oleh air PDAM. \"Kenapa, karena ketinggian. Dan kontur tanah yang melewati jalan tol,\" katanya. Menurutnya, dari dulu pihaknya sudah mengusulkan agar pengelolaan air sumur dalam ini dilakukan PDAM. Karena kalau mengelola manajemen air, sesuai dengan tupoksi PDAM. Namun PDAM tidak berani berinvestasi karena biayanya mahal. PDAM harus mengolah air sumur dalam itu agar bisa layak konsumsi. \"Investasi yang dikeluarkan dengan kentungan tidak sebanding, sehingga PDAM menolak. Karena PDAM kan mengelola da melayani air minum. Air sumur dalam itu harus diolah lagi kalau mau layak minum. Nah biaya pengolahan ini yang mahal. Itu yang menjadi dasar PDAM belum bisa menerima,\" jelasnya. Ia membenarkan bahwa proyek itu merupakan program bantuan dari pemeirntah pusat. Ada yang nilainya Rp700 juta, Rp1 miliar hingga Rp1,2 miliar. Masing-masing berbeda, disesuaikan dengan tingkat kedalaman sumur dan jumlah jaringan yang dipasang. Namun dalam perjalanannya, kemudian pengelolaan diserahkan langsung kepada masyarakat. Dimana pemerintah kota melakukan pelatihan kelompok pemakai air. \"Kita latih dulu mereka baru kita lepas,\" jelasnya. Dengan adanya penyerahan itu, sudah sepenuhnya aset diserahkan dari pemerintah kepada masyarkat termasuk dalam pengelolaanya. Artinya pemerintah tidak campur tangan lagi karena itu hibah yang diberikan kepada masyarakat. (jml)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: